TOPENG
CIREBON
Penduduk
desa yang tersebar di sekitar Cirebon hanyalah pewaris dan bukan penciptanya.
Penduduk desa ini adalah juga penerus dari para penari Keraton Cirebon yang
dahulu memeliharanya. Penari-penari dan penabuh gamelan Keraton pada jaman
penjajahan Belanda mata pencaharian semakin sulit sehingga harus mencari sumber
hidupnya di rakyat pedesaan.
Topeng Cirebon yang semula berpusat di Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan. Dan seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir dengan keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya” Topeng Cirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan serta berkembang di pelosok-pelosok Kecamatan antara lain : Klangenan, Plumbon serta Arjawinangun, sedangkan di Kota Cirebon sendiri sudah tergeserkan oleh kesenian yang lebih modern. Namun demikian masih terlihat adanya kultur Kraton yang mengajarkan adab kebangsawanan dalam pementasannya yang berbaur dengan kultur rakyat yang sederhana dilihat dari pakaian yang dikenakan para penarinya.
Dalam pengangkatan ceritera dalam pementasan adalah ceritera Panji dalam lima siklus karakter kehidupan, antara lain :
Panji–tahap kelahiran.
Topeng Cirebon yang semula berpusat di Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan. Dan seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir dengan keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya” Topeng Cirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan serta berkembang di pelosok-pelosok Kecamatan antara lain : Klangenan, Plumbon serta Arjawinangun, sedangkan di Kota Cirebon sendiri sudah tergeserkan oleh kesenian yang lebih modern. Namun demikian masih terlihat adanya kultur Kraton yang mengajarkan adab kebangsawanan dalam pementasannya yang berbaur dengan kultur rakyat yang sederhana dilihat dari pakaian yang dikenakan para penarinya.
Dalam pengangkatan ceritera dalam pementasan adalah ceritera Panji dalam lima siklus karakter kehidupan, antara lain :
Panji–tahap kelahiran.
Samba
( Pamindo )–tahap kanak-kanak.
Rumyang–tahap
dewasa.
Tumenggung
( Patih ) –tahap memperoleh kedudukan dalam masyarakat.
Ruwana
( Rahwana ) dan Klana–tahap manusia yang telah dikuasai berbagai nafsu.
Dalam
pengangkatan karakter topeng sangat ter ekpresi oleh pola-pola gerakan tubuh
para penari, sehingga tari topeng Cirebon ini sangat indah dalam pementasannya.
TOPENG JOGJA
Dalam
pagelaran Wayang Wong yang di ciptakan oleh Hamengku Bhuwono I ( 1755-1792 )
dalam pengekspresian karakter gerak tari tokoh-tokoh wayang untuk peran kera
dan raksasa dalam pentas Ramayana maupun Mahabharata pemainnya dilengkapi
dengan pemakaian topeng, sedangkan untuk tokoh satria dan wanita tidak
mengenakan topeng.
Dalam pementasan Wayang Orang Gedog punakawan Pentul dan Tembem mengenakan topeng separuh muka sehingga dapat berdialog secara leluasa tanpa mengangkat topeng. Lain halnya dengan pementasan ceritera Panji para pemainnya mengenakan topeng dengan cara agak direnggangkan sedikit sehingga pemain dapat mengucapkan antawacananya. Pada topeng gaya Yogyakarta kumis dibuat dengan cara menyungging warna hitam
TOPENG
SURAKARTA
Topeng
gaya Surakarta hampir sama dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat perbedaan pada
kumisnya yang terbuat dari bulu. Tokoh punakawan Bancak dan Doyok juga
mengenakan topeng separuh muka seperti gaya Yogyakarta
TOPENG MALANG
Topeng
Malang merupakan pementasan wayang Gedog yang dalam pertunjukannya
mempergunakan topeng. Dalam perkembangannya di Kedungmoro dan Polowijen,
Kecamatan Blimbing, Malang yang dikenal dengan sebutan Topeng Jabung. Dalam
pementasannya mengetengahkan ceritera-ceritera Panji dengan tokoh-tokohnya
seperti : Panji Inu Kertapati, Klana Swandana, Dewi Ragil Kuning, Raden
Gunungsari, dll. Para penari mengenakan topeng dan menari sesuai dengan
karakter tokoh yang dimainkan. Dalam pementasan dipergunakan tirai yang
terbelah tengah sebagai pintu keluar/masuk para penarinya.
Maestro Topeng Malang, yang tetap melestarikannya adalah Mbah Karimun bersama istrinya Siti Maryam, dengan tetap melatih anak-anak kecil di lingkungannya untuk belajar membuat Topeng Malang dan tari Topeng Malangan.
Demikian pula Mbah Kari ( kelahiran Desa Jabung Malang,1936 ) dengan tekun memahat dan mengukir kayu untuk dibuat topeng. Ketekunan yang dilandasi oleh semangat pengabdian dan kesetiaan pada tradisi topeng yang diwarisi dari nenek moyangnya, walaupun di usia tuannya masih dengan penuh semangat melatih para penari usia muda, memberikan contoh ragam-ragam gerak tari topeng Malangan versi Jabung.
Maestro Topeng Malang, yang tetap melestarikannya adalah Mbah Karimun bersama istrinya Siti Maryam, dengan tetap melatih anak-anak kecil di lingkungannya untuk belajar membuat Topeng Malang dan tari Topeng Malangan.
Demikian pula Mbah Kari ( kelahiran Desa Jabung Malang,1936 ) dengan tekun memahat dan mengukir kayu untuk dibuat topeng. Ketekunan yang dilandasi oleh semangat pengabdian dan kesetiaan pada tradisi topeng yang diwarisi dari nenek moyangnya, walaupun di usia tuannya masih dengan penuh semangat melatih para penari usia muda, memberikan contoh ragam-ragam gerak tari topeng Malangan versi Jabung.
TOPENG BALI
Di Bali topeng juga
adalah suatu bentuk dramatari yang semua pelakunya mengenakan topeng dengan
cerita yang bersumber pada cerita sejarah yang lebih dikenal dengan Babad.
Dalam membawakan peran-peran yang dimainkan, para penari memakai topeng bungkulan (yang menutup seluruh muka penari), topeng sibakan (yang menutup hanya sebagian muka dari dahi hingga rahang atas termasuk yang hanya menutup bagian dahi dan hidung). Semua tokoh yang mengenakan topeng bungkulan tidak perlu berdialog langsung, sedangkan semua tokoh yang memakai topeng sibakan memakai dialog berbahasa kawi dan Bali.
Tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam dramatari Topeng terdiri dari Pangelembar (topeng Keras dan topeng tua), Panasar (Kelihan - yang lebih tua, dan Cenikan yang lebih kecil), Ratu (Dalem dan Patih) dan Bondres (rakyat). Jenis-jenis dramatari topeng yang ada di Bali adalah :
Topeng Pajeganyang ditarikan oleh seorang aktor dengan memborong semua tugas-tugas yang terdapat didalam lakon yang dibawakan.
Dalam membawakan peran-peran yang dimainkan, para penari memakai topeng bungkulan (yang menutup seluruh muka penari), topeng sibakan (yang menutup hanya sebagian muka dari dahi hingga rahang atas termasuk yang hanya menutup bagian dahi dan hidung). Semua tokoh yang mengenakan topeng bungkulan tidak perlu berdialog langsung, sedangkan semua tokoh yang memakai topeng sibakan memakai dialog berbahasa kawi dan Bali.
Tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam dramatari Topeng terdiri dari Pangelembar (topeng Keras dan topeng tua), Panasar (Kelihan - yang lebih tua, dan Cenikan yang lebih kecil), Ratu (Dalem dan Patih) dan Bondres (rakyat). Jenis-jenis dramatari topeng yang ada di Bali adalah :
Topeng Pajeganyang ditarikan oleh seorang aktor dengan memborong semua tugas-tugas yang terdapat didalam lakon yang dibawakan.
Topeng Sidakarya Di
dalam topeng Pajegan ada topeng yang mutlak harus ada, yakni topeng Sidakarya.
Oleh karena demikian eratnya hubungan topeng Pajegan dengan upacara keagamaan,
maka topeng ini pun disebut Topeng Wali. Dramatari Topeng hingga kini masih ada
hampir diseluruh Bali
Topeng Pancayang
dimainkan oleh empat atau lima orang penari yang memainkan peranan yang
berbeda-beda sesuai tuntutan lakon,
Topeng Prembon yang
menampilkan tokoh-tokoh campuran yang diambil dari Dramatari Topeng Panca dan
beberapa dari dramatari Arja dan Topeng Bondres, seni pertunjukan topeng yang
masih relatif muda yang lebih mengutamakan penampilan tokoh-tokoh lucu untuk
menyajikan humor-humor yang segar.
Nama Arja di duga
berasal dari kata Reja (bahasa sansekerta) yang berarti keindahan. Arja adalah
semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan
secara macapat. Dramatari Arja ini adalah salah satu kesenian yang sangat
digemari di kalangan masyarakat.
Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820an, pada masa pemerintahan raja Klungkung I Dewa Agung Sakti. Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:
Munculnya Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).
Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820an, pada masa pemerintahan raja Klungkung I Dewa Agung Sakti. Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:
Munculnya Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).
Arja Gaguntangan
(yang memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang).
Arja Gede ( yang
dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang
sudah baku seperti yang ada sekarang).
TOPENG
DAYAK
Di
daerah Kalimantan, suku Dayak menggunakan topeng dalam Tari Hudog yang sering
dimainkan dalam upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang.
Tari ini dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama
perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang
banyak. Topeng yang digunakan berwarna hitam, putih, dan merah yang
melambangkan kekuatan alam yang akan membawa air dan melindungi tanaman yang
mereka tanam hingga musim panen tiba.
Dapat
kita lihat, betapa para ahli telah bekerja keras untuk menyelidiki dan
mempelajari misteri dibalik topeng. Tetapi sampai saat ini masih tersisa
beberapa pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Tidak seorangpun dapat
menjelaskan mengapa manusia merasa perlu menutupi wajahnya dengan topeng. Kita
juga masih belum menemukan jawaban mengapa di sebagian besar adat suku tertentu
tidak mengijinkan wanita menggunakan topeng. Dan begitulah misteri dibalik
topeng, terus menerus menyelubungi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar